Bagi siapa pun yang mengikuti Liga Champions hari ini, fase liga musim ini semakin terasa familiar: tidak ada malam yang tenang. Dari Almaty hingga Monaco, dari Eindhoven hingga Milan, laga-laga Selasa malam merangkum hampir semua alasan mengapa kompetisi ini begitu digandrungi.
Olympiakos mencuri kemenangan penting di Kazakhstan, Monaco selamat dari kesia-siaannya sendiri, Bayern dan Atletico membalikkan keadaan dengan gaya, Tottenham dan Marseille tampil meyakinkan, sementara Liverpool menutup malam dengan kemenangan taktis atas Inter di San Siro.
Bagi penonton Liga Champions malam ini WIB, menu pertandingan berlangsung hampir tanpa jeda—dan lebih penting lagi, membantu memperjelas siapa yang benar-benar siap menempuh perjalanan panjang fase liga UEFA Champions League 2025/26, dan siapa yang hanya bertahan hidup.
Kairat 0–1 Olympiakos: Satu Kesalahan, Banyak Penyelamatan
Pertandingan pembuka malam itu terlihat seperti pemanasan sederhana: Kairat, juru kunci klasemen, tanpa bintang mereka Satpaev yang terkena skorsing kartu, menjamu Olympiakos yang sudah lebih dari tiga tahun tak menang tandang di Liga Champions.
Namun laga berubah menjadi pertunjukan penyelamatan satu orang. Kiper Kairat, Anarbekov, berkali-kali menyelamatkan lini belakang yang goyah, menggagalkan peluang El-Kaabi dan melihat mistar membantu menahan tembakan Taremi. Olympiakos akhirnya memecah kebuntuan lewat aksi Gelson Martins yang memanfaatkan kesalahan Anarbekov dari sudut sempit.
Tim tamu seharusnya bisa menang besar—El-Kaabi bahkan mengenai tiang saat gawang kosong—tetapi skor 1–0 sudah cukup. Kairat hanya menghasilkan satu tembakan tepat sasaran, sementara Olympiakos memutus rentetan 10 laga tanpa kemenangan di UCL dan menjaga peluang lolos playoff. Untuk sebuah decisive match Liga Champions di papan bawah, laga ini sangat berarti.
Monaco 1–0 Galatasaray: Balogun ala Falcao
Laga ke-50 Monaco di Champions League era Dmitry Rybolovlev seharusnya berjalan nyaman: merayakan momen, meraih tiga poin, dan melangkah. Tetapi justru tuan rumah membuat semuanya rumit.
Monaco gagal mengeksekusi penalti, melihat Folarin Balogun dua kali menyia-nyiakan peluang emas—termasuk satu lawan satu yang melambung jauh. Namun keberuntungan Galatasaray berakhir ketika kiper utama Ugurcan Cakir cedera dan penggantinya salah menilai bola saat situasi sepak pojok, memungkinkan Balogun mencetak gol penentu.
Gol itu membuat Balogun menjadi pemain Monaco pertama sejak Radamel Falcao yang mencetak gol dalam tiga laga UCL berturut-turut. Lebih penting lagi, kemenangan ini menyamakan poin Monaco dan Galatasaray, yang kemungkinan bertarung langsung untuk posisi delapan besar Liga Champions Eropa.
Bayern 3–1 Sporting: Kejutan, Respons, dan Kembalinya Davies
Jika hanya melihat skor Liga Champions malam ini, kemenangan 3–1 Bayern atas Sporting tampak rutin. Kenyataannya jauh lebih dramatis.
Sporting yang kehilangan beberapa pemain inti seperti Trincão dan Pedro Gonçalves bertahan sangat dalam. Bayern mendominasi, mengenai tiang lewat Harry Kane, dan memaksa Rui Silva melakukan penyelamatan gemilang, tetapi gagal mencetak gol. Justru Sporting yang memimpin setelah umpan silang Joao Simoes berakhir dengan gol bunuh diri Joshua Kimmich.
Gol tersebut membangunkan Bayern. Serge Gnabry mencetak gol penyama kedudukan setelah lepas dari kawalan pada situasi sepak pojok, lalu Lennart Karl—bocah 17 tahun yang menjadi salah satu kisah sensasional Liga Champions 2025—menembak keras untuk membuat skor berbalik. Jonathan Tah mengunci kemenangan setelah menerima umpan diagonal khas Kimmich.
Dengan skor 3–1, Vincent Kompany memberikan momen emosional: kembalinya Alphonso Davies dari cedera ACL sejak Maret. Bayern memperpanjang rekor tak terkalahkan di kandang pada fase liga menjadi 37 laga—alasan kuat mengapa mereka tetap kandidat utama favourite team winner UCL.
Barcelona 2–1 Eintracht Frankfurt: Kounde, Raja Udara
Camp Nou kembali menjadi tuan rumah Liga Champions untuk pertama kali sejak tiga tahun lalu, dan langsung disuguhi kejutan. Eintracht, salah satu tim dengan pertahanan terburuk di Bundesliga, membuka skor lewat Knauff, memanfaatkan garis pertahanan tinggi Barca.
Barca sudah lima laga beruntun kebobolan lebih dulu, dan untuk kedua kalinya era Hansi Flick mereka tertinggal di kandang pada babak pertama. Tetapi musim ini mereka punya Marcus Rashford. Masuk sebagai pemain pengganti, Rashford memberi umpan silang sempurna yang ditanduk Jules Kounde untuk menyamakan kedudukan.
Beberapa menit kemudian, umpan lambung Yamal tampak tidak berbahaya—sampai Kounde kembali melompat tinggi dan mencetak gol pertamanya di UCL lewat dua sundulan dalam satu laga. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah UCL pemain Barcelona mencetak brace dengan kepala.
Barca masih rapuh di belakang—sembilan laga UCL beruntun selalu kebobolan—tetapi kini jauh lebih tangguh dalam situasi big match Liga Champions.
Atalanta 2–1 Chelsea: Kebangkitan De Ketelaere
Di Bergamo, Atalanta dan Chelsea menyajikan duel taktis khas fase liga. Chelsea unggul terlebih dahulu lewat Joao Pedro yang menyambar umpan Reece James.
Namun masalah tandang Chelsea di UCL terus berlanjut. Mereka kini lima laga tandang tanpa kemenangan. Charles De Ketelaere menjadi pembeda dengan performa luar biasa: pertama, ia mengirim umpan melengkung sempurna untuk Gianluca Scamacca, menyamai rekor assist Dries Mertens di UCL (8). Kemudian, ia mengecoh bek dan menembak ke tiang dekat untuk membawa Atalanta unggul.
Carnesecchi menggagalkan peluang emas Joao Pedro di menit akhir dan memastikan Atalanta naik ke empat besar klasemen fase liga Liga Champions UEFA.
Tidak heran model prediction Liga Champions akurat kini menempatkan Atalanta sebagai kandidat kuat perempat final.
PSV 2–3 Atletico & Spurs 3–0 Slavia: Drama La Liga, Pesta di London
PSV kembali menyuguhkan kekacauan yang tampaknya menjadi ciri khas musim ini. Drioekh menerobos pertahanan Atletico dan memberi umpan matang kepada Guus Til untuk membuka skor.
Atletico membalas lewat Julian Alvarez dan menguasai laga setelah jeda: gol Hancko dari bola rebound dan sundulan Sørloth setelah umpan Barrios membuat skor menjadi 3–1.
Ricardo Pepi memang memperkecil jarak, tetapi Atletico tetap bertahan. Dengan 11 gol UCL untuk klub, Alvarez kini setara Saul Niguez dan hanya kalah dari Antoine Griezmann dalam daftar pencetak gol Eropa Atletico.
Di London, Champions League tonight latest dipenuhi atmosfera emosional: Tottenham merayakan kehadiran Son Heung-min dengan mural raksasa dan upacara khusus. Setelah tekanan panjang, gol bunuh diri Zima membuka jalan, lalu dua penalti memastikan kemenangan 3–0. Tiga pertandingan kandang Spurs di UCL musim ini: tiga kemenangan, agregat 8–0.
Union 2–3 Marseille: Aubameyang, Mesin Rekor dan Saraf Yang Diuji
Union mencetak gol cepat lewat Halaïli, melanjutkan kebiasaan Marseille kebobolan dalam 15 menit pertama. Setelah itu, Pierre-Emerick Aubameyang mengambil alih laga: berperan dalam tiga gol, memecahkan rekor klub untuk kontribusi gol dalam satu musim UCL.
Paixão dan Mason Greenwood mencetak gol masing-masing, tetapi Marseille kembali goyah. Dua gol Union dianulir VAR karena offside sangat tipis, dan Rulli melakukan penyelamatan luar biasa di menit 93 untuk mempertahankan kemenangan.
Ini adalah kemenangan ke-50 Marseille di UCL—mereka kini menjadi klub Prancis ketiga yang mencapai angka tersebut, setelah PSG dan Lyon.
Inter 0–1 Liverpool: Cetak Biru Masa Depan Tanpa Salah
Kisah paling menarik malam itu terjadi di Milan. Bukan karena skor, tetapi karena absennya Mohamed Salah dari skuad Liverpool. Konflik dengan klub menjadi pusat perhatian, tetapi pertandingan justru menunjukkan sesuatu yang lebih penting: Liverpool terlihat lebih baik tanpa dirinya.
Arne Slot telah meninggalkan 4-3-3 klasik era Klopp. Dengan hadirnya Florian Wirtz dan peran dominan Dominik Szoboszlai sebagai playmaker, Liverpool kini lebih sering bermain 4-2-3-1. Melawan Inter yang bermain melebar, Slot bahkan memilih 4-4-2 sempit dengan Szoboszlai dan Curtis Jones sebagai “winger” yang fokus menutup ruang.
Peran Szoboszlai—lebih banyak bekerja di half-space ketimbang masuk kotak penalti—jelas tidak cocok untuk S alah yang semakin lambat dan jarang menang duel satu lawan satu. Absennya Trent Alexander-Arnold dalam peran inverted full-back juga membuat Salah kehilangan pasangan terbaiknya dalam penyerangan. Frimpong dan Bradley justru menempati ruang yang sama, bukan melengkapinya.
Statistik pun mendukung: dribble success di bawah 25%, non-penalty goals turun, xA turun, dan sentuhan di kotak penalti jauh berkurang. Dalam sistem Slot yang menuntut tekanan dan vertical running, Salah terlihat tidak kompatibel.
Melawan Inter, Liverpool tampil solid, rapi, dan konsisten. Duo penyerang Isak–Ekitike meregangkan pertahanan, Wirtz menghubungkan lini tengah, dan Szoboszlai mengunci kemenangan dengan penalti menit ke-88.
Bagi Slot, keputusan ini jelas: Liverpool sedang berkembang menuju identitas baru, dan Salah—dengan usia, gaji, dan performa yang menurun—tidak lagi menjadi pilihan optimal. Semua full statistics Liga Champions mengarah pada kesimpulan yang sama.
Tidak ada yang personal—murni keputusan bisnis.
Apa yang Matchday 6 Katakan Tentang Persaingan 2025/26
Jika melihat gambaran besar UCL hari ini, ada beberapa pola penting:
- Bayern tetap standar emas, terutama dalam kemampuan merespons tekanan.
- Barcelona rapuh tetapi kini lebih tangguh dalam momen krusial; Kounde adalah contoh nyata.
- Atalanta dan Marseille muncul sebagai kandidat dark horse Liga Champions—agresif, fleksibel, dan nyaman dalam laga kacau.
- Atletico dan Liverpool sedang berevolusi, bukan mempertahankan formula lama.
Fase liga Liga Champions 2025/26 melakukan apa yang UEFA janjikan: lebih banyak big match lebih awal, tabel yang lebih dinamis, dan jauh lebih sedikit laga tidak penting. Jika Matchday 6 menjadi indikator, jalan menuju round of 16 Liga Champions akan padat, tidak terprediksi, dan sangat kompetitif—tepat seperti yang diinginkan para penggemar.


